Tuesday 3 July 2012

Cerpen|Air mata yang Hilang

ANDRIEL HANDERSUF: AIR MATA YANG HILANG
karya Xeno — Ini adalah salah satu kisah hidup Andriel Handersuf. Dia adalah sosok pria yang baik hati dan kaya raya, pemilik salah satu toko perhiasan dan benda-benda antik ternama di seluruh dunia. Dia tinggal di sebuah puri kecil di tepi kota Draunsen bersama pelayannya, Kassandra. Besar sebagai anak yatim piatu, di umur empat belas tahun Andriel sudah memulai petualangannya. Dia memburu artefak-artefak, buku-buku tua, perkamen-perkamen antik, harta karun yang terpendam, hingga benda-benda yang tidak dihargai pemiliknya namun memiliki nilai tinggi yang tersembunyi. Dia juga sudah melalui banyak tempat, mulai rumah-rumah reyot di perkampungan kumuh dan desa-desa, pasar-pasar kota yang penuh dengan pencopet dan pedagang gila, gua-gua tebing laut dengan ratusan perangkap, kuburan-kuburan kuno dengan segala sihir dan kutukan, hingga rumah-rumah saudagar kaya atau istana-istana, tempat dia bernegosiasi dengan para penguasanya. Pada umur dua puluh lima Andriel bertemu dengan Kassandra, seorang gadis bermata biru yang cantik jelita, di sebuah desa nelayan yang sedang mengalami kesusahan. Desa itu hendak diserang oleh segerombolan monster laut dan makhluk-makhluk gaib berkulit hijau. Namun dengan bantuan Andriel, desa itu selamat dari bahaya. Oh, tentu saja itu bukan bualan. Andriel benar-benar telah menyelamatkan desa tersebut. Dia biasa bertarung, bahkan melawan naga sekalipun. Dan sebagian besar koleksinya bukanlah sesuatu yang umumnya ada di toko-toko kelontong. Dia memiliki benda-benda seperti pedang yang hanya bisa dicabut oleh calon raja, lampu minyak yang menyimpan sesosok makhluk gaib, atau palu dewa yang bisa memanggil badai dan petir. Dengan semua itu—dan dua puluh tujuh tentara bayaran, dia bisa mengalahkan semua makhluk yang menyerang desa Kassandra. Dan sejak itulah Kassandra bersumpah untuk melayani dan mengikuti Andriel ke manapun dia berada. Namun ini bukanlah cerita tentang masa lalu Andriel. Melainkan apa yang terjadi saat dia berumur tiga puluh lima, ketika di pagi yang cerah itu seorang bocah memberikannya sepucuk surat. “Ini lelucon, ‘kan?” Andriel mengucapkan pikirannya keras-keras, sembari menunjukkan suratnya pada bocah pengantar surat di depan pintu. “Panggilan pengadilan untukku atas tuduhan pencurian benda pusaka kerajaan duyung—dengan rekomendasi para malaikat. Oh, ya ampun. Bagaimana bisa seseorang menghadiri pengadilan yang diminta oleh malaikat?” “Hmm, mungkin orang itu harus mati terlebih dahulu, Tuan?” jawab si bocah. “Eh iya. Ucapanmu benar juga!” sambut Andriel, serius, lalu menyadari ada yang salah dengan tanya jawab mereka berdua. “Ah, sudahlah.” Dia memberi tiga keping perak pada si bocah dan menyuruhnya pergi. Andriel kembali ke dalam rumahnya dan menaruh surat itu di atas meja kecil di samping tangga utama. Kassandra yang berdiri di sana lalu membaca surat itu dan memasukkannya ke laci meja. “Terima kasih, Kassandra. Tapi surat itu bukan hal yang penting,” ujar Andriel saat menaiki tangga. “Sesuatu yang sepele bisa menjadi penting saat kau membutuhkannya. Kau selalu mengajari aku akan hal itu, Tuan.” “Oh, kau benar. Terserah kamulah.” Andriel melambaikan tangan. Tidak lama kemudian dia pun menghilang ke balik pintu ganda di lantai dua rumahnya. **** Keesokan paginya, tepat setelah Andriel menghabiskan sarapan sup krim ayam yang lezat, suara bel berdenting berkali-kali mengganggu suasana. Dia meminta Kassandra untuk melihat siapa yang datang sepagi ini ke rumahnya. Dan tidak lama setelah bel itu berhenti berbunyi, Kassandra kembali dengan sepucuk surat di tangannya. “Siapa?” tanya Andriel. “Bocah pengantar surat itu lagi?” “Bukan,” jawab Kassandra. “Petugas bank?” “Bukan juga, Tuanku.” Kassandra menyerahkan sepucuk surat yang segera dibaca Andriel. “Ini seperti surat yang kemarin?” gumam Andriel. “Ya, Tuan. Dan para malaikat itu sudah datang.” Jika Andriel tidak mengenal Kassandra mungkin dia berpikir wanita itu sedang bercanda. Namun suara Kassandra datar, alis kanannya tidak terangkat, dan bibirnya tidak tersenyum. Wanita itu berkata jujur. Andriel beranjak dari kursinya dan bergegas menuju pintu depan. Dia mencoba untuk tidak berpikir aneh-aneh atas ucapan Kassandra sebelum mengetahui kebenarannya sendiri. “Maaf. Kalau boleh saya bertanya, nona berdua ini siapa? Dan ada keperluan apa?” tanya Andriel setibanya di balik pintu. Di halaman rumahnya sudah berdiri dua gadis kembar identik dengan selera pakaian unik, yang satu serba putih layaknya seorang pengantin, sementara yang lain hitam seperti sedang berkabung. Dan di atas semua keanehan itu, mereka berdua mengenakan zirah di balik jaket pendek dan sebilah pedang di pinggang. “Oh! Halo, Tuan Handersuf,” sapa gadis bergaun hitam. Dia tersenyum. Kedua mata biru di bawah poni rambut hitamnya terlihat sehangat langit di siang hari. “Perkenalkan, aku Sarija, Malaikat Kematian. Dan ini Eruja, Malaikat Kehidupan. Kami datang untuk menjemputmu ke pengadilan. Kau sudah membaca suratnya, ‘kan?” Sekejap kalimat itu seperti petir menyambar pohon di samping keledai yang sedang sibuk merumput. Andriel tidak tahu harus takjub atau tertawa terbahak-bahak. Namun ketika gadis yang bernama Eruja mencabut pedang, menghunuskannya ke leher Andriel, dan mengeluarkan sepasang sayap putih di balik punggungnya, barulah dia paham kalau ucapan Sarija bukan lelucon belaka. “Apa aku harus mati hari ini?” tanya Andriel. Pengalamannya bertarung melawan monster dan sihir membuatnya sanggup berucap dengan tenang di bawah tekanan. Sarija tertawa. “Oh, tentu saja tidak, Tuan Handersuf. Kau tidak akan mati hari ini. Dan maafkan sikap saudariku. Dia biasa begitu. Kau tahu, seperti kata kebanyakan manusia, kehidupan itu memang keras.” Gadis itu tersenyum dan melirik saudarinya. Eruja pun menyarungkan pedangnya. “Kami kemari hanya untuk mengantarmu ke istana. Bukan istana kami, para malaikat. Tapi ke istana rajamu di kota Draunsen ini. Dan tolong jangan banyak bertanya, karena kami tidak akan menjawabnya di sini. Oh, sebaiknya kita segara pergi. Keretanya sudah siap menunggu sejak tadi.” Mengetahui dirinya tidak akan mati hari ini dan tetap berada di dunia manusia, Andriel menyetujui permintaan Sarija. Bagaimanapun dia sudah dituduh mencuri dan dipanggil untuk diadili. Atas nama hukum dia harus datang dan mengetahui sendiri apa yang sebenarnya terjadi. Setelah meminta izin untuk mengganti pakaian dan berpamitan pada Kassandra, Andriel pun pergi ke istana. **** Sesampainya di istana Andriel segera dibawa menuju sebuah ruangan yang menurutnya seperti miniatur Colosseum yang terkenal itu. Bedanya adalah ruangan ini jauh lebih kecil, dan dibuat dari marmer berkualitas tinggi alih-alih bata bata. Dan atapnya ditutup kubah kaca tebal yang bisa melindungi puluhan orang di dalamnya di musim hujan atau salju. Sementara itu, Sang Raja sendiri duduk di balkon terpisah dan dijaga oleh dua pengawal bertubuh kekar dan sangar. Untungnya Raja Jougherdam terkenal baik hati dan bijaksana di seluruh negeri. Seperti yang dilihat Andriel hari ini, pria tua itu menatapnya seperti seorang kakek yang baru saja melihat cucu kesayangannya memecahkan sebuah vas. Jougherdam memulai dengan berkata kalau pengadilan ini juga disaksikan oleh raja para malaikat di surga melalui kedua matanya, lalu bertanya apakah Andriel tahu kenapa dirinya dipanggil ke istana untuk menjalani persidangan. Tentu saja Andriel tahu dari dua surat yang diterimanya. Dia juga tahu apa saja tugas lima puluh juri di atas tribune di kiri dan kanan, berikut fungsi persidangan pertama yang ditujukan untuk pembacaan tuntutan. Dan ketika Jougherdam menanyakan apakah Andriel memiliki seorang pembela, dengan tenang dia menjawab, “Hamba tidak mengenal siapa-siapa yang bisa membela hamba dalam urusan ini kecuali Nona Sarija, malaikat yang membawa hamba kemari.” Jawaban itu membuat seluruh isi ruang sidang menjadi gaduh dengan gumam dan keluh. Mereka semua bertanya-tanya heran kenapa Andriel memilih Sarija. Namun Andriel punya rencana. Dan saat Sarija berkata, “Hamba bersedia menjadi pembela untuk Tuan Handersuf, Yang Mulia. Hamba berjanji akan berlaku seadil-adilnya.” Dada Andriel mengembang lega. “Terima kasih,” kata Andriel. Sarija membalasnya dengan bisikan genit, “Kau pintar, Tuan Handersuf. Sepertinya aku mulai menyukaimu.” Apapun yang dikatakan Sarija, Andriel tetap gembira. Baginya yang penting adalah kemungkinan masa hidupnya kini menjadi lebih panjang dari hanya satu hari. **** Seperti yang diketahui Andriel, sidang kali ini hanya mendengar pembacaan tuntutan oleh seorang pria yang mengaku sebagai Malaikat Keadilan dan Peperangan. Malaikat itu berkata kalau seorang duyung telah membuka gerbang dimensi ke dunia malaikat dan mengadu kalau pusaka Air Mata Suci telah dicuri tiga bulan lalu oleh seseorang yang diduga menjadi suruhan Andriel. Salah seorang yang diduga mengambilnya telah ditangkap. Dan dalam selidik para malaikat pria itu mengaku telah memberikan pusaka Air Mata Suci pada seseorang yang akan meneruskannya ke Andriel. Andriel yang kesohor sebagai pemburu benda-benda antik membuat semua tuduhan itu menjadi kuat. Pusaka Air Mata Suci sendiri adalah sebuah kristal sebesar kepalan tangan dan berbentuk tetesan air, pusaka yang diberikan para malaikat untuk memastikan 2500 tahun kemudian seorang putri duyung akan bertemu dengan seorang pangeran dan mampu berubah menjadi manusia dan keduanya menjalin asmara. Hal itu akan membuat hubungan antara manusia dengan makhluk-makhluk gaib dalam laut membaik. Namun dengan hilangnya pusaka tersebut peperangan besar bisa terjadi di masa depan, yang membuat kehidupan di muka bumi menjadi kelam selama ratusan tahun kemudian. Itulah sebabnya malaikat keadilan dan peperangan menerima permintaan raja duyung yang menuduh Andriel. Setelah pembacaan tuduhan selesai, Jougherdam memutuskan persidangan itu ditunda sampai besok dan meminta Andriel untuk membuka lemari besi di bawah rumahnya pada Eruja atas perintah dari Raja Malaikat. Andriel tidak keberatan. **** Tidak melintas satu ide pun di dalam kepala Andriel untuk melarikan. Bahkan setelah Eruja menemukan Air Mata Suci itu di dalam lemari emas gaib di antara tumpukan uang emas pucat dan artefak-artefak lainnya. Andriel yakin dirinya tidak bersalah. Maka keesokan harinya, dengan rela dirinya kembali ke istana untuk melanjutkan peradilan tidak biasa. Sidang kedua ini menghadirkan seorang raja duyung bernama Agrul, yang dibawa dengan akuarium berbingkai emas berukuran sebesar bak mandi. Dia mengenakan mahkota dan membawa tombak trisula emas pucat meski sudah diminta untuk meninggalkannya. Kesaksian Agrul tidak berbeda dengan tuduhan yang dibacakan oleh malaikat keadilan dan peperangan kemarin. Dia berkata baru saja menerima pusaka Air Mata Suci namun tidak lebih satu purnama kemudian benda itu dicuri. Dia pun mulai mencari tahu ke mana perginya benda itu. Namun karena tidak kunjung jua menemukannya, dia lantas membuka pintu gerbang dimensi dan mengadu pada para malaikat. Dari keterangan malaikat penyidik kemudian diketahui kalau seseorang di bernama Faud mengaku pernah mencuri Air Mata Suci atas permintaan seorang pria bernama Bjon yang mengenal Andriel. Sayangnya, Andriel tidak pernah mendengar orang bernama Bjon di dalam hidupnya. “Biarkan mereka bersenang-senang, Tuan Andriel. Biarkan mereka menunjukkan pada kita semua kebenaran; baik yang dikatakan, diputar-balikkan, atau yang disimpan,” bisik Sarija di akhir waktu sidang sebelum Jougherdam memutuskan untuk melanjutkan mendengarkan keterangan saksi-saksi esok hari. Sarija tertawa kecil, genit. **** Pria bernama Faud hadir di persidangan ketiga. Tubuhnya cukup tegap, berdada besar dan memiliki pundak yang lebar. Kedua matanya berwarna perak, tenang namun kosong. Semua orang dengan pengalaman melihat banyak jenis manusia seperti Andriel jelas bisa menilai kalau pria itu seorang penyelam handal dan penyihir aliran hitam. Belum lagi sederet gigi emas pucat tak beraturan di mulutnya mengingatkannya pada pedang emas magis yang didapatnya saat di desa Kassandra. Benda itu penuh aura kebencian dan kemarahan. Dengan tangan terbelenggu rantai perak dan tubuh dirajah, Faud menceritakan kejadian sejak awal dia mendapat tawaran dari Bjon untuk mencuri Air Mata Suci. Faud bertemu dengan Bjon di sebuah penjara di daerah gurun pasir. Bjon membebaskannya dan menawarkan tiga peti uang emas jika dia bersedia membantu mencuri Air Mata Suci dari tangan para duyung. Ketika Faud bertanya mengapa dirinya harus mencuri benda itu, Bjon menjawab kalau hal itu untuk memenuhi permintaan Andriel. Andriel pernah menyelamatkan nyawanya dan Bjon tidak sanggup menanggung utang itu seumur hidup tanpa pernah membayarnya. Maka dari itu dia rela melakukan apa saja untuk mendapatkan Air Mata Suci demi Andriel. Bjon memiliki sihir yang kuat. Dia bisa mencekik Faud dari jauh dan memindahkan tubuh lelaki itu dari satu-tempat ke tempat lain. Namun dia tidak bisa menyentuh air, sementara hanya Faud lah penyihir yang sanggup bertahan di kedalaman palung laut yang bisa dia temukan. Maka dengan sedikit bantuan Bjon, aksi pencurian Faud pun dilaksanakan. Dan setelah kesaksian Faud berakhir, malaikat keadilan dan peperangan pun menunjukkan Mata Air Suci yang ditemukan Eruja di lemari besi Andriel. Suasana sidang gaduh sesaat oleh gumam dan bisikan para juri. **** “Faud. Jelaskan padaku bagaimana wajah Bjon yang kau sebut-sebut itu!” kata Sarija sembari berjalan mondar-mandir di depan saksi pelaku. “Aku tidak bisa melihat wajahnya. Dia selalu muncul di bawah cahaya obor di malam hari.” “Ah, begitu, ya?” Sarija sedikit membungkuk dan berkacak-pinggang. “Lalu, apa kau mengingat ciri-ciri lainnya? Suaranya, tingginya, mungkin? Atau warna kulitnya?” “Suaranya seperti pria dewasa, tapi tubuhnya pendek. Dan, ya, karena kau bertanya, dia memang memiliki warna kulit yang aneh.” “Aneh?” Sarija menelengkan kepala. “Ya. Kurasa kulitnya agak kehijauan.” “Oh, ini menarik.” Sarija melipat tangan di dada. “Hmm, satu hal lagi. Bolehkan aku melihat gigi-gigimu?” “Keberatan, Yang Mulia!” sanggah malaikat keadilan dan peperangan. “Itu permintaan tidak sopan pada Tuan Faud.” Namun alasan itu ditolak Jougherdam dan saksi pun menunjukkan gigi-giginya. “Ah, terima kasih. Kau pasti benar-benar suka dengan emas, ya?” Sarija berputar-putar lagi, lalu mengambil sesuatu dari balik jubah dan melemparkannya pada Faud. “Tangkap!” kata malaikat itu, dan beberapa juri pun berseru, mendesis dan memprotes di balik telapak tangan mereka setelah cahaya keemasan melesat ke arah saksi. Meski dibelenggu, kedua tangan Faud menangkap benda itu dengan kecepatan yang membuat para pesulap di seluruh dunia iri. “Ini uang emas? Buat apa?” “Oh, aku cuma ingin bagaimana caramu memperlakukan emas. Itu saja.” Sarija mendekati Faud dan mengambil uangnya kembali. “Baik, aku rasa cukup. Terima kasih, Yang Mulia.” Sarija tersenyum dan membungkuk hormat pada Jougherdam. Tidak lama kemudian sidang pun berakhir. **** Malamnya Andriel dan Sarija duduk di depan tungku perapian sambil membahas rencana persidangan esok hari. Hari keempat dan kelima adalah waktu di mana Andriel bisa mengajukan saksi meringankan serta pembelaan terhadap segala tuduhan. Mereka harus memiliki kesimpulan yang kuat untuk meyakinkan para juri. Percakapan berlangsung cukup lama, hingga Sarija bangkit dari sofa dan mendekat ke jendela. Sarija mengaku kalau dia sudah punya rencana. Dia sudah memiliki semua informasi yang dibutuhkan. Dan dia berkata kalau besok dirinya hanya membutuhkan dua saksi. Sarija lalu menyuruh Andriel beristirahat sebelum memohon diri untuk urusan mendadak. “Tunggu! Sebelum kau pergi, aku mau bertanya sesuatu padamu. Mungkin sedikit pribadi,” Andriel memohon. “Oh, apa itu?” “Hmm, aku hanya penasaran, kalau kau ini malaikat kematian, lalu apa yang terjadi pada makhluk-makhluk di dunia ini selama kau di rumahku?” Sarija tertawa geli. “Itu rahasia surga, Tuan Handersuf. Rahasia.” Dan sosok malaikat itu pun berubah menjadi kabut lalu lenyap. **** Persidangan keempat, seperti yang direncanakan, Sarija menghadirkan Kassandra dan Eruja sebagai saksi. Dia menanyakan beberapa pada keduanya mengenai Andriel. Kassandra menceritakan hubungannya dengan Andriel sejak desanya di serang monster laut dan makhluk-makhluk gaib. Lima desa nelayan tetangga sudah luluh-lantak oleh mereka. Dan hanya tinggal menunggu waktu hingga giliran desa Kassandra tiba untuk dihancurkan. Lalu datang Andriel yang mengaku ingin mengambil kembali barangnya yang dicuri oleh salah satu makhluk-makhluk laut yang akan menyerang. Benda itu sebuah pedang emas yang di dapatnya dari seorang pertapa. Andriel berjanji akan menolong seluruh warga jika mereka bekerja sama. Peperangan tiga malam pun berlangsung dan Andriel serta tentara bayarannya berhasil mengalahkan pasukan musuh yang menyerang. Setelah itu giliran Eruja bersaksi. Sarija menanyakan apa yang dilihat saudarinya ketika memeriksa lemari besi Andriel. Eruja menjawab kalau dia melihat banyak benda-benda berharga seperti pedang pusaka, belati, busur panah, hingga baju zirah. Ada juga perhiasan-perhiasan, gelas-gelas, buku-buku dan barang-barang lain dengan beragam bentuk dan ukuran. Sarija lalu bertanya apakah ada yang berbeda di sekitar Air Mata Suci. Eruja pun berkata kalau benda-benda di sekitarnya yang terbuat dari emas tampak lebih pucat dari yang lainnya. Dan tidak jauh dari pusaka itu ada sebuah pedang emas yang sama pucatnya. Sarija menunjukkan pedang itu di tengah persidangan dan mengatakan kalau benda itu diambil Andriel kembali dari tangan makhluk-makhluk hijau saat di desa Kassandra. Sarija menyudahi setelah menawarkan pada penuntut untuk bertanya pada saksi. Malaikat Keadilan dan Peperangan menolak tawaran itu dan sidang pun dinyatakan usai. **** Hari kelima adalah waktu penentuan bagi Andriel. Dia berharap pembelaan dari Sarija bisa meyakinkan semua juri di ruang sidang. “Tuan Handersuf tidak bersalah!” seru Sarija. “Tanyakan pada diri kalian mengapa Tuan Handersuf memberi izin pada kita untuk melihat isi lemari besinya sementara dia tahu kalau Ari Mata Suci itu ada di sana? Itu tidak masuk akal. Dan coba kalian lihat ini!” Dia mengeluarkan dua keping uang emas, di mana yang satu lebih pucat daripada yang lain. “Uang emas yang pucat ini adalah uang yang kemarin ditangkap oleh Faud,” lanjut Sarija. “Aku meminjam dari Yang Mulia Jougherdam sendiri. Pertanyaannya adalah, bagaimana bisa benda ini bisa berubah pucat? Mengapa pedang yang diambil dari makhluk-makhluk gaib itu juga pucat, atau uang emas di dalam lemari besi sekitar Ari Mata Suci. Bahkan gigi-gigi Faud dan tombak Raja Agrul juga tidak ada bedanya? Kenapa?” argumen Sarija membuat juri menjadi gaduh, seperti biasa. “Dan pertanyaan yang terakhir adalah,” potong Sarija. “Kenapa Tuan Handesuf menjadi satu-satunya orang yang tidak cocok dengan semua keanehan warna emas ini? Itu arena dia di-fit-nah!” Suasana sidang pun semakin ramai. Di antara kericuhan itu Sarija mengedipkan sebelah mata pada Andriel dan berkata tanpa suara, “Kita sudah menang.” **** Dua hari kemudian Sarija dan Eruja mendatangi Andriel. Mereka mengabarkan kalau setelah sebagian besar juri memutuskan Andriel tidak bersalah, Faud menghilang dari penjara. Seorang saksi berkata kalau Faud berubah menjadi makhluk hijau pendek sebelum sinar kehijauan menembus atap sel dan melenyapkan sosoknya. Ciri-ciri makhluk hijau itu serupa dengan makhluk-makhluk yang dilawan Andriel di desa Kassandra. Raja Agrul pun ditangkap. Dia lantas mengaku pernah bekerja sama dengan makhluk-makhluk hijau dari bintang untuk menyerang desa Kassandra, karena kebencian antara makhluk laut dan manusia sejak zaman dahulu kala. Walau dia tidak tahu menahu soal pencurian pusaka Air Mata Suci. “Jadi sekarang kau bebas dari segala tuduhan, Tuan Handersuf,” ujar Sarija di depan rumah Andriel, sementara Eruja mengangguk di sampingnya. “Semua berkat bantuan Nona Sarija,” balas Andriel. “Terima kasihku untukmu, dan Nona Eruja.” “Kami hanya melakukan tugas,” kata Eruja, kaku. “Ya. Dan sekarang aku harus mengejar Faud ke setiap bintang yang dijadikan tempat persembunyiannya. Oh, aku tidak sabar mencabut nyawa makhluk itu dengan tanganku sendiri,” sambung Sarija. “Nah, kalau begitu, sampai jumpa lagi, Tuan Handersuf. Aku berharap kita bisa bertemu kembali.” Kedua malaikat itu terbang dan lenyap setelah Andriel mengucapkan salam perpisahan. Dan ya, Andriel memang bertemu kembali dengan mereka di masa depan, namun itu adalah cerita yang berbeda. Karena ini adalah akhir dari pengadilan pertama dalam hidup Andriel Handersuf. —

0 comments:

Post a Comment